my life my experience
Jumat, 03 Maret 2017
Kamis, 26 Mei 2016
Story
JODOH
DALAM MIMPI
Minggu
pagi yang cerah disertai pancaran sinar matahari yang menghangatkan pagi ini,
kulihat nota kecilku yang selalu penuh dengan agenda-agenda yang ku buat. Aku selalu membuat agenda harian di dalam nota
kecil ini tujuannya untuk mengingatkan kegaiatan yang kulalui tiap harinya.
Karena tidak bisa dipungkiri manusia itu tak luput dari dosa dan juga pelupa
jadi itulah gunanya nota kecil ini untukku. Kubuka lembar demi lembar notaku
ternyata tidak ada agenda pada hari ini, setelah setiap hari full dengan
kegiatan kampus dan organisasi hari ini bisa bersantai dan beristirahat. Ku nikmati
hari libur ini di rumah, karena mau kemana lagi? Yahh beginilah sibuk dikala
banyak agenda dan menjadi anak rumahan kalau gak ada agenda seperti sekarang
ini “pikirku dalam hati”, karena aku juga bukan seseorang yang suka
menghabiskan waktu, tenaga apalagi uang kalau untuk hal yang tidak penting
bagiku.
Sambil
tiduran, saya mainkan ponsel saya dan saya membuka Yutube karena saya suka
nonton video yang bermotivasi, waktu itu yang saya lihat sebuah film pendek
tentang jodoh. Duhh dari judulnya aja udah buat baper dan bertanya-tanya dimana
jodohku?, siapa dia?, kenapa tak kunjung datang? Aku menunggumu ya Akhi,,,
hihihi sudah yaa tanda tanyanya nanti jadi galau akut J
karena jodoh dan maut itu adalah rahasia Allah, kita tidak tahu mana yang akan
datang lebih dahulu menjemput kita jodoh atau maut, dan sampai pada akhirnya
film itu habis saya tonton.
Suatu
ketika saya pergi menghadiri suatu acara, saya mendengar seseorang yang
menyampaikan materi itu dengan sangat tenang sampai-sampai saya terbawa
perasaan, dan sempat menghayal “Andai dia jadi suami saya, subhanalah
bahagianya” dan ketika saya lihat orangya saya langsung ingat kalau itu orang
yang berada dalam film pendek yang saya tonton beberapa waktu lalu.
“Kamu
ngapain senyum-senyum sendiri gitu Ukh Yati?” Tanya temanku yang bernama Okta.
“Siapa
yang senyum? Ini lagi dengerin materi pun, lagian memangnya kenapa kalau
senyum? Senyum itukan ibadah Ukhti” jawabku pada Okta.
“Tapi
masalahnya gak ada yang lucu materinya, hayo bayangin apa tu Ukh?” Tanya Okta
lagi.
“Hustttt
jangan berisik Ukh, mending dengerin materinya bagus tuh” kataku sambil
menunjuk pemateri di depan.
Tidak
lama kemudian acaranya pun sudah berakhir, dan
saya langsung pulang kerumah
tetapi dijalan saya selalu memikirkan kata-katanya yang begitu dalam yang
diucapkan Akhi.X tadi. Anggap saja Akhi.X namanya, dan nama samaran saya Ukhti
Yati. Hari berlalu begitu cepat seperti berada dalam mimpi yang terkadang tak
tentu arah dan membingungkan hingga tak terasa sudah hari Senin, seperti
rutinitas biasanya saya selalu pergi ke kampus dan bertemu lagi dengan teman
sampai syurga saya insha Allah,,,,
“Assalamualaikum
Ukh Okta” sapaku.
“Waalaikumsalam
Ukhti Yati jamilah jiddan” balas Okta.
“Amin,,,,
di tambahin jamilah jiddan Ukh? Hihi syukron loh Ukh” jawabku sambil
cengingisan.
“wahh,,,
cepat betul besar telinganya Ukhti, heheh,,,, afwan ukhti sayang” jawab Okta
padaku.
Kamipun
langsung bergegas masuk kedalam lokal kebetulan pada hari itu kami sedang
melaksanakan ujian tengah semester. Semua Mahasiswa/i sibuk masing-masing
mengerjakan soal ujian hingga tidak terasa waktu sudah habis, lalu kami semua
mengumpulkan lembar jawaban kami semua kedepan dan sebagian Mahasiswa/i ada
yang langsung berhamburan keluar lokal untuk menghilangkan rasa tegang yang ada
didalam lokal beberapa jam tadi.
Hari
ini hanya ada satu matakuliah jadi saya memutuskan untuk langsung pulang
kerumah kerena ada sedikit pekerjaan rumah yang masih belum sempat saya
kerjakan, sesampainya dirumah saya melihat ada mobil yang terparkir di depan
rumah, saya lihat mobil itu dengan cermat tetapi tetap saja saya tidak tahu itu
mobil siapa karena mobil bapak saya tidak begitu bentuknya, sambil coba
menerka-nerka saya melangkah masuk kedalam rumah.
“Assalamualaikum,,,,,”
kataku pada balik pintu depan rumah. sambil kubuka perlahan-lahan pintu rumah saya dan saya langsung kaget dan terkejut ketika melihat
didalam rumah.
“Waalaikumsalam,,,,”
jawab Ibu dan Bapak saya sambil tersenyum melihat saya.
Subhanallah
ternyata yang datang itu Akhi.X yang kemarin mengisi materi di suatu acara. Sambil
malu-malu saya melangkah masuk kedalam rumah, Banyak tanda tanya yang ada
didalam hati ini, karena bagaimana bisa Akhi.X itu datang kerumahku?, ada
urusan apa Akhi.X itu datang kesini?, dan tahu darimana Akhi.X itu rumahku?
Ahh,,,, sudahlah, mana mungkin saya bertanya kepada Akhi.X sebanyak itu. Lalu
saya meninggalkan tempat itu dan langsung menuju kekamar, didalam kamar aku
masih penasaran dengan apa yang sedang dibicarakan dengan Ibu dan Bapak kepada
Akhi.X itu. Sambil mencoba untuk mendengar pembicaraan mereka kutempelkan
kupingku di pintu kamar berharap bisa mendengar apa yang dibicarakan mereka di
luar, tetapi tidak lama kemudian pintu
kamarku terbuka dan aku hampir terdorong keluar tapi untung saja saya masih
bisa menahan keseimbangan badan ini, heheh. Ternyata Ibu yang membuka pintu
kamarku dan Ibu kebingungan dengan apa yang saya lakukan dibalik pintu kamar,
dan ketika saya tahu wajah Ibu penuh dengan kebingungan maka saya langsung
pura-pura memperbaiki gantungan baju yang dibelakang pintu yang hampir lepas
itu, heheh,,,, cerdas juga nih ngelesnya.
Lalu
Ibu masuk kedalam kamarku dan duduk diatas ranjang kamarku, kulihat raut wajah
Ibu sangat serius dan aku semakin penasaran apa yang ingin ibu katakana padaku.
Ketika itu Ibu memulai pembicaraannya.
“Anak
Ibu sekarang udah semakin dewasa dan semakin cantik apalagi dengan busana
muslim ini jadi semakin sejuk di pandangnya” kata Ibu padaku.
Lalu
aku semakin bingung dan bertanya kepada Ibu “Ibu sebenarnya ada apa? Terus tamu
yang diluar itu ada tujuan apa datang kesini bu?”
Lalu
Ibu menjawab ”Tujuan dia datang kesini dia mau melamar Yati nak, jadi gimana Yati
mau? Insha Allah dia bisa membimbing Yati menjadi muslimah yang lebih baik nak
dan bisa lebih menyempurnakan agama Yati sebagai seorang istri.
Tiba-tiba
aku langsung kaget pake bangettttt,,,,,, ya Allah, rasanya itu gak tahu mau
seneng atau sedih.
Tidak lama kemudian aku mendengar
suara adzan di masjid, dan tiba-tiba aku langsung kaget dan terperanjak dari
tudurku. Huhhhhh,,,,,,,, Ternyata itu hanya mimpi, lalu kulihat ponsel yang
masih kugenggam dan masih nyala film pendek yang ku tonton sebelum aku tertidur
tadi. Kulihat lagi gambar Akhi.X yang ada dalam film itu dan membuatku
tersenyum-senyum sendiri. Lalu kelangkahkan kakiku menuju kamar mandi untuk
mengambil wudhu dan sholat.
~~ BERSAMBUNG ~~
Minggu, 31 Mei 2015
Makalah Kepailitan Hukum Bisnis
Tugas Kelompok Dosen
Pembimbing
Hukum Bisnis Meriza Elpha Darnia, SH
MAKALAH
KEPAILITAN
Disusun oleh:
Muhammad Hafiz Prasetya
Dewi Pardiati
Iwal Putera
Dewi Anggraini
JURUSAN
AKUNTANSI
FAKULTAS
EKONOMI DAN ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS
NEGERI ISLAM SULTAN SYARIF KASIM RIAU
PEKANBARU
|
DAFTAR ISI
BAB I : PENDAHULUAN................................................................................... 1
Latar
Belakang......................................................................................................... 1
Rumusan
Masalah.................................................................................................... 2
Tujuan...................................................................................................................... 2
BAB II : PEMBAHASAN..................................................................................... 3
Proses Terjadinya Kepailitan.................................................................................... 3
Tanggung
Jawab Hukum Bagi Pengurus Terhadap Perseroan yang Pailit............... 6
Contoh
Kasus Kepailitan Batavia Air.................................................................... 11
BAB III : KESIMPULAN.................................................................................. 15
Kesimpulan............................................................................................................ 15
Saran...................................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 17
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Pailit dalam kamus besar bahasa Indonesia diartikan sebagai
keadaan yang merugi, bangkrut. Sedangkan dalam kamus hukum ekonomi menyebutkan
bahwa, liquidation, likuidasi:
pembubaran perusahaan diikuiti dengan proses penjualan harta perusahaan,
penagihan piutang, pelunasan utang, serta penyelesaian sisa harta atau utang
antara pemegang saham. Beberapa definisi tentang kepailitan telah di terangkan
didalam jurnal Penerapan Ketentuan Kepailitan Pada Bank Yang Bermasalah yang
ditulis oleh Ari Purwadi antara lain: Freed B.G Tumbunan dalam tulisannya yang
berjudul Pokok-Pokok Undang-Undang Tentang Kepailitan sebagaimana diubah oleh
Perpu No. 1 Tahun 1998 disebutkan bahwa “Kepailitan
adalah sita umum yang mencakup seluruh kekayaan debitur untuk kepentingan semua
krediturnya. Tujuan kepailitan adalah pembagian kekayaan debitur oleh kurator
kepada semua kreditur dengan memperhatikan hak-hak mereka masing-masing”.
Berdasarkan pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang
Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), “Kepailitan adalah sita umum atas semua
kekayaan debitor pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh
kurator di bawah pengawasan hakim pengawas sebagaimana diatur dalam
undang-undang ini.
Yang dapat dinyatakan mengalami kepailitan adalah debitur
yang sudah dinyataka tidak mampu membayar utang-utangnya lagi. Pailit dapat
dinyatakan atas: a. permohonan dibitur sendiri (pasal 2 ayat (1) UU
Kepailitan); b. permohonan satu atau lebih krediturnya (pasal 2 ayat (1) UU
Kepailitan Tahun); c. pailit harus dengan putusan pengadilan (pasal 3 UU
Kepailitan); d Pailit bisa atas permintaan kejaksaan untuk kepentingan umum
(pasal 2 ayat (2) UU Kepailitan); e. bila dibiturnya bank, permohonan pailit
hanya dapat diajukan oleh Bank Indonesia (pasal 2 ayat (3) UU Kepailitan); f.
Bila debiturnya Perusahaan Efek, Bursa Efek, Lembaga Kriling dan Penjamin,
Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, permohonan pailit hanya dapat diajukan
oleh Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM) (Pasal 2 ayat (4) UU Kepailitan); g.
dalam hal debiturnya Perusahaan Asuransi, perusahaan Reasuransi, Dana Pensiun,
atau Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang kepentingan publik,
permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Menteri Keuangan (Pasal
2 ayat (5) UU Kepailitan). Sedangkan tujuan pernyataan pailit adalah untuk
mendapatkan suatu penyitaan umum atas kekayaan debitur (segala harta benda
disita atau dibekukan) untuk kepentingan semua orang yang menghutangkannya
(kreditur).
Proses terjadinya kepailitan sangatlah perlu diketahui,
karena hal ini dapat menentukan keberlanjutan tindakan yang dapat dilakukan
pada perseroan yang telah dinyatakan pailit. Salah satu tahap penting dalam
proses kepailitan adalah tahap insolvensi.
Yaitu suatu perusahaan yang sudah tidak mampu membayar hutang-hutangnya lagi.
Padah tahap insolvensi penting
artinya karena pada tahap inilah nasib debitur pailit ditentukan. Apakah harta
debitur akan habis dibagi-bagi sampai menutup utangnya, ataupun debitur masih
dapat bernafas lega dengan diterimanya suatu rencana perdamaian atau
rekunstruksi utang. Apabila debitur sudah dinyatakan insolvensi, maka debitur sudah benar-benar pailit, dan hartanya
segera akan dibagi-bagi, meskipun hal-hal ini tidak berarti bahwa bisnis dari
perusahaan pailit tersebut tidak bisa dilanjutkan.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana
proses terjadinya kepailitan?
2. Bagaimana
tanggungjawab hukum bagi Pengurus terhadap Perseroan yang dipailitkan?
3. Contoh kasus
pailit batavia air dan bagaimana penyelesaiannya?
C.Tujuan
1. Untuk
mengetahui dan mendeskripsikan proses terjadinya kepailitan.
2. Untuk
mengetahui dan mendeskripsikan tanggungjawab hukum bagi Pengurus terhadap
Perseroan yang dipailitkan.
3. Untuk
memaparkan dan menganalisis kasus pailit yang terjadi pada PT Batavia Air dan
penyelesaiannya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Proses Terjadinya Kepailitan
1. Prinsip-Prinsip umum dalam Proses
terjadinya Kepailitan
Berdasarkan pasal 1 angka 1
Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang (PKPU), “Kepailitan
adalah sita umum atas semua kekayaan debitor pailit yang pengurusan dan
pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan hakim pengawas
sebagaimana diatur dalam undang-undang ini. Berdasarkan pengertian yang ada
pada undang-undang kepailitan, para ahli hukum memberikan makna atau pengertian
yang jelas tentang kepailitan, salah satunya menurut Adrian Sutedi yang
meberikan pengertian “suatu sitaan dan
eksekusi atas seluruh kekayaan debitor untuk kepentingan kreditor-kreditornya”.[1] Kepailitan harus memenuhi dan
berlandaskan pada asas:[2]
a. keseimbangan, tidak ada
penyalahgunaan lembaga atau pranata dalam kepailitan yang digunakan oleh
debitor yang tidak jujur dan terdapat ketentuan yang dapat mencegah kreditor
melakukan itikad tidak baik.
b. asas kelangsungan usaha, debitor
yang pada proses kepailitannya atau telah diputus kepailitannya tetap dapat
menjalankan kegiatan usahanya
c. asas keadilan, pada asas ini
kepailitan dapat memberikan rasa keadilan bagi para pihak yang memiliki
kepentingan sehingga tidak terjadi kesewenang-wenangan baik yang dilakakan oleh
salah satu pihak.
d. Asas integrasi, dalam hal ini
kepailitan harus berdasarkan hukum formil dan materiil yang berlaku di
Indonesia.
Kepailitan diatur dalam suatu kaedah hukum memiliki tujuan
untuk menuju hukum kepailitan yang progresif. Untuk mencapai tujuan terdapat syarat yang harus dipenuhi dalam mengajukan permohonan pailit,
yaitu:
a. Mempunyai dan diajukan oleh dua atau
lebih kreditor, baik kreditor separatis, preferen, dan konkurent. Kepailitan
tersebut juga dapat diajukan oleh kejaksaan apabila debitor melakukan tindak
pidana, serta permohonan kepailit dapat diajukan oleh Bank Indonesia ketika
debitor adalah perbankan, permohonan dapat diajukan oleh Badan Pengawas Pasar
Modal apabila debitor adalah perusahaan efek, bursa efek, lembaga miring dan
penjamin, lembaga penyimpanan dan penyelesaian. Permohan dapat pula diajukan
oleh menteri keuangan apabila debitornya adalah perusahaan asuransi, perusahaan
reasuransi, dana pension, dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
b. Kreditur-kreditur tersebut
menyatakan debitor tidak membayar lunas sedikit pun utang yang harus dibayar
dalam jangka waktu jatuh tempo.
2. Prosedur Kepailitan
Proses
pengajuan permohonan pailit diajukan oleh pengadilan yang berwenang yaitu
pengadilan niaga yang berdomisili daerah tempat kedudukan debitur itu berada.
Pengajuan permohonan pailit diajukan oleh kreditur sebagaimana yang diatur pada
pasal 2 UU No 37 Tahun 2004 yang telah dibahas sebelumnya oleh penulis.
Permohonan pengajuan pailit diajukan kepada pengadilan melalui panitera.
Pengajuan selain dapat dilakukan oleh kreditur atau lembaga yang diberikan
kewenangan yaitu debitur itu sendiri. Debitur yang melakukan permohonan
kepailitan pada Perseroan Terbatas harus memenuhi syarat sebagai berikut:[3]
a.Surat permohonanbermaterai ditujukan
kepada ketua pengadilan niaga
b. Akta pendafataran perusahaan yang dilagalisir oleh kantor
perdagangan
c. Putusan sah Rapat umum Pemegang
Saham (RUPS)
d. Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga
e. Neraca keuangan terakhir
f. Nama serta alamat debitur dan
kreditur
Syarat
yang harus dilakukan oleh kreditur yang melakukan permohonan kepailitan adalah:[4]
a. Surat permohonan yang bermaterai
yang ditanda tangani oleh Ketua Pengadilan Niaga
b. Akta pendaftaran perusahaan yang
dilegalisir oleh ketua perdagangan
c. Surat perjanjian utang yang ditanda
tangani kedua belah pihak
d. Perincian utang yang tidak terbayar
e. Nama dan alamat masing-masing
kreditur/debitur
Panitera mendaftarkan permohonan
kepailitan kepada ketua pengadilan niaga dalam jangka waktu paling lambat 1
hari terhitung sejak tanggal permohonan didaftarkan. Dalam jangka waktu paling
lambat 2 hari terhitung sejak tanggal permohonan pernyataan pailit didaftarkan
pengadilan mempelajari permohonan dan menetapkan hari sidang. Sidang
pemeriksaan atas permohonan kepailitan diselenggarakan paling lambat 20 hari
sejak permohonan di mana dalam hal ini terjadi rapat verifikasi atau pencocokan
utang antara debitur dengan kreditur. Dalam rapat verifikasi atau pencocokan
utang seorang debitor wajib datang sendiri agar dapat memberikan keterangan
yang diminta oleh hakim pengawasmengenai sebab kepailitan dan keadaan harta
pailit. Pada rapat pencocokan utang setelah semua pihak hadir baik debitor,
kurator, maupun kreditor, hakim pengawasakan membacakan daftar piutang yang
diakui sementara dan daftar yang dibantah oleh kurator.
Tahap putusan atas permohonan
kepailitan dikabulkan atau diputus oleh hakim apabila fakta atau keadaansecara
sederhana terbukti memenuhi persyaratan pailit. Fakta dua atau lebih kreditor dan fakta
utang yang telah jatuh waktu dan tidak dibayar sedangkan perbedaan besarnya
utang didalihkan oleh permohonan pailit dan termohon pailit tidak menghalangi
jatuhnya putusan pailit. Putusan pailit harus diucapkan paling lambat 60 hari
setelah tanggal permohonan pernyataan pailit didaftarkan dimana berdasarkan pada
asas peradilan, cepat, sederhana, dan biaya murah, putusan tersebut wajib
diajukan kepada jurusita.[5]
Pada proses pengurusan harta pailit
ada beberapa pihak yang melakukan kepengurusan yaitu:[6]
A. Hakim pengawas yang melakukan pengawasan pada pengurusan
dan pemberesan harta pailit, diatur pada pasal 65 UU No 37 Tahun
2004
B. Kurator, memiliki tugas melakukan
pemberesan harta pailit
Dalam hal kepailitan terdapat upaya
yang dapat dilakukan yaitu perlawanan, kasasi ke Mahkamah Agung, dan Peninjauan
Kembali terhadap keputusan pailit yang mempunyai kekuatan hukum tetap. Proses pengurusan kepailitan
dianggap telah berakhir apabila telah terjadi hal-hal seperti berikut:[7]
a) Akur atau perdamaian, terjadi ketika
terdapat perjanjian antara debitur pailit dengan para kreditur di mana debitur
menawarkan pembayaran sebagian dari utangnya dengan syarat bahwa ia setelah
melakukan pembayaran tersebut dibebaskan dari sisa utangnya.
b) Insolvensi atas pemberesan harta
pailit, ketika terjadi insolvensi apabila kepailitan tidak ditawarkan akur atau
perdamaian atau tidak dipenuhinya suatu kesepakatan sehingga terjadi keadaan
tidak mampu membayar, sebagaimana diatur pada pasal 178 UU no 37 tahun 2004.
c) Rehabilitasi, permohonan
rehabilitasi dapat diajukan oleh debitur pailit atau ahli warisnya dengan
dibuktikan bahwa kreditur telah menerima seluruh pembayaran piutangnya.
Akibat hukum secara umum yang
terjadi yang disebabkan oleh putusan pailit adalah terhadap harta debitur akan
dilakukan sitaan umum, perikatan debitur yang dibuat setelah putusan pailit
tidak dapat dibayarkan oleh harta pailit, dan
perbuatan hukum yang dilakukan debitor sebelum putusan pailit diucapkan
dapat dibatalkan oleh pengadilan berdasarkan pada pasal 41 UU No 37 Tahun 2004.[8]
B. Tanggungjawab
Hukum Bagi Pengurus Terhadap Perseroan yang Pailit
1. Tanggung Jawab Direksi atas
Kepailitan Perseroan Terbatas (PT)
Pasal 97 ayat (1) UUPT mewajibkan
setiap anggota direksi untuk wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab
untuk melakukan pengawasan perseroan untuk kepentingan dan usaha (tujuan
perseroan). Sehingga Direksi bertanggung jawab atas pengurusan dan perwakilan
terhadap perseroan dalam rangka untuk kepentingan dan tujuan perseroan.
Tanggung jawab direksi atas kepailitan PT dijelaskan dalam ketentuan pasal 104
UUPT, antara lain:
1. Direksi tidak berwenang mengajukan
permohonan pailit atas perseroan sendiri kepada Pengadilan Niaga sebelum
memperoleh persetujuan RUPS, dengan tidak mengurangi ketentuan sebagaimana
diatur dalam UU kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.
2. Dalam hal kepailitan terjadi karena
kesalahan atau kelalaian Direksi dan harta pailit tidak cukup untuk membayar
seluruh kewajiban perseroan dalam kepailitan tersebut, setiap anggota direksi
secara tanggung renteng bertanggung jawab atas seluruh kewajiban yang tidak
terlunasi dari harta pailit tersebut.
3. Tanggung jawab tersebut berlaku juga
bagi anggota direksi yang salah atau lalai yang pernah menjabat sebagai anggota
direksi dalam jangk waktu 5 (lima) tahun sebelum putusan pernyataan pailit
diucapkan.
4. Anggota direksi tidak bertanggung
jawab atas kepailitan perseroan apabila dapat membuktikan:
a. Kepailitan tersebut bukan karena
kesalahan atau kelalaiannya;
b. Telah melakukan pengurusan dengan
itikad baik, kehati-hatian, dan penuh tanggung jawab untuk kepentingan
perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan;
c. Tidak mempunyai benturan kepentingan
baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang dilakukan;
dan
d. Telah mengambil tindakan untuk
mencegah terjadinya kepailitan;
5. Ketentuan tersebut berlaku juga bagi
direksi dari perseroan yang dinyatakan pailit berdasarkan gugatan pihak ketiga.
Maka dapat diketahui bahwa berdasarkan pasal 104 ayat (2)
dan ayat (3) UUPT, setiap anggota direksi bertanggung jawab secara tanggung
renteng atas kepailitan perseroan, jika kepailitan perseroan tersebut disebabkan oleh
kesalahan atau kelalaian anggota direksi dan juga bagi anggota direksi yang
salah/lalai yang pernah menjabat sebagai anggota direksi dalam jangka waktu
lima tahun sebelum putusan pailit diucapkan.
Pada ayat (4) memberikan kesempatan
kepada anggota direksi untuk tidak bertanggung jawab atas kepailitan perseroan,
jika anggota direksi dapat membuktikan. Dengan demikian beban pembuktian ada
pada anggota direksi yang bersangkutan. Pembuktian adanya unsur kesalahan atau
kelalain menjadi kunci utama dalam menuntut pertanggungjawaban anggota direksi.
Menurut Schreuder, pengertian kesalahan menurut hukum pidana menuntut adanya 3
(tiga) unsur berupa:[9]
1.
Kelakuan
yang bersifat melawan hukum;
2.
Dolus (kesengajaan) atau culpa
(kelalaian);
3.
Kemampuan
bertanggung jawab pelaku.
Prof. Sutan Remy Sjahdeini
menyatakan bahwa beliau sependapat dengan sikap pengadilan Amerika Serikat,
bahwa seorang anggota direksi perseroan dalam menjalankan tugasnya hanya
bertanggung jawab apabila kelalaian yang dilakukan adalah kelalaian berat (gross negligence).[10]
Meskipun demikian tidaklah mudah untuk membedakan mana perbuatan hukum direksi
yang bersifat kelalaian ringan dan mana perbuatan direksi yang bersifat
kelalaian berat, karena penilaian tersebut merupakan sesuatu yang bersifat
subjektivitas.
Tindakan-tindakan yang dapat
dilakukan terhadap Direksi selaku pengurus perseroan terbatas antara lain:
1. Melakukan penahanan terhadap direksi
selaku pengurus perseroan terbatas (pasal 93 sampai dengan pasal 95 UU
Kepailitan). Pengadilan dengan putusan pernyataan pailit atau setiap waktu
setelah itu, atas usul hakim pengawas, permintaan kurator, atau atas permintaan
seorang kreditor atau lebih dan setelah mendengar hakim pengawas, dapat
melakukan penahanan terhadap terhadap direksi selaku pengurus perseroan pailit
baik di rumah tahanan negara (rutan) maupun di rumah Direksi tersebut, dibawah
pengawasan jaksa yang ditunjuk oleh hakim pengawas. Masa penahanan yang berlaku
palin lama 30 hari terhitung sejak penahanan dilaksanakan dan dapat
diperpanjang selama 30 hari oleh pengadilan atas usul hakim pengawas atau atas
permintaan kurator atau seorang kreditor lebih setelah mendengar hakim
pengawas. Biaya penahanan dibebankan kepada harta pailit sebagai utang harta
pailit sebagai utang harta pailit. Pengadilan juga berwenang melepaskan direksi
dari tahanan atas usul hakim pengawas atau atas permohonan direksi (mewakili
debitur pailit), dengan jaminan uang dari pihak ketiga bahwa direksi (mewakili
debitur pailit) setiap waktu akan menghadap atas panggilan pertama.
2. Meminta kehadiran Direksi pada
sesuatu perbuatan yang berkaitan dengan harta pailit (pasal 96 UU Kepailitan).
Jika direksi yang ditahan, dalam hal diperlukan kehadiran kehadiran direksi
pada sesuatu perbutaan yag berkaitan dengan harta pailit maka direksi dapat
diambil dari tempat tahan tersebut atas perintah hakim pengawas. Perintah hakim
pengawas tersebut dilaksanakan oleh kejaksaan.
3. Direksi tidak boleh meninggalkan
domisilinya (pasal 97 UU Kepailitan). Selama kepailitan, direksi selaku
pengurus PT tidak boleh meninggalkan domisilinya tanpa izin dari hakim
pengawas.
4. Direksi wajib menghadap hakim
pengawas, kurator atau panitian kreditor apabila dipanggil (pasal 110 ayat (1)
UU Kepailitan). Direksi selaku pengurus perseroan wajib menghadap hakim
pengawas, kurator/panitia kreditor apabila dipanggil
untuk memberikan keterangan.
5. Direksi wajib hadir dalam rapat
pencocokan piutang (pasal 121 ayat (1) dan (2) UU Kepailitan). Direksi selaku
pengurus perseroan wajib hadir sendiri dalam rapat pencocokan piuang agar dapat
memberikan keterangan yang diminta oleh hakim pengawas mengenai sebab kepailitan
dan keadaan harta pailit. Kreditor juga dapat meminta keterangan dari Direksi
selaku pengurus PT mengenai hal-hal yang dikemukakan melalui hakim pengawas.
2. Tanggung Jawab Dewan Komisaris atas
Kepailitan Perseroan Terbatas
Pasal 115 mengatur sejauh mana
tanggung jawab anggota DK atas kepailitan Perseroan. Sekiranya Perseroan
dinyatakan Pailit oleh Pengadilan Niaga, baik hal itu terjadi atas permintaan
sendiri oleh Direksi setelah mendapat persetujuan RUPS melalui proses voluntary
petition maupun oleh pihak ketiga melalui proses involuntary petition.
a. Faktor yang menyebabkan anggota
Dewan Komisrais Bertanggung Jawab Atas Kepailitan Perseroan
Pasal 115 UU Nomor 40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas menyebutkan bahwa ikutnya anggota Dewan Komisaris
bertanggung jawab atas Kepailitan Perseroan, apabila terpenuhi persyaratan atau
digantungkan pada faktor berikut:[11]
§ Kepailitan
terjadi karena kesalahan atau kelalian pengawasanyang dilakukan Dewan Komisaris
Syarat atau faktor pertama yang
dapat menyeret anggota Dewan Komisaris selanjutnya disebut dengan DK ikut
memikul tanggung jawab atas kepailitan terjadi sebagai akibat kesalahan atau
kelalaian DK melaksanakan tugas pengawasan dan pemberian nasihat kepada
pengurusan yang dilaksanakan Direksi.
§ Harta
kekayaan perseroan tidak mencukupi membayar seluruh kewajiban
Syarat kedua ternyata harta pailit
perseroan “tidak mencukupi” membayar seluruh kewajiban Perseroan kepada para
kreditor. Dalam hal demikian, setiap anggota DK ikut bertanggung jawab scara
tanggung renteng untuk membayar kewajiban yang belum terlunasi dari harta
kekayaan Perseroan. Tanggung jawab secara tanggung renteng yang dijelaskan
diatas berlaku juga bagi anggota DK yang sudah tidak menjabat 5 (lima) tahun
sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan, asal terpenuhi syarat yang
dijelaskan diatas.
b. Faktor yang dapat menggugurkan
tanggung jawab anggota Dewan Komisaris atas kepailitan Perseroan
Pasal 115 ayat (3) memberi
kemungkinan kepada anggota DK membebaskan diri dari keikutsertaan
bertanggungjawab pribadi dan solider atas kepailitan Perseroan. Syarat yang
dapat membebaskannya digantungkan pada faktor kemampuan membuktikan hal-hal berikut ini:
a. Kepalilitan tersebut bukan karena
kesalahan atau kelalaiannya
b. Telah melakukan tugas pengawasan
dengan iktikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan Perseroan dan sesuai
maksud dan tujuan Perseroan
c. Tidak mempunyai kepentingan pribadi,
langsung/tidak langsung atas tindakan
pengurusan oleh direksi yang mengakibatkan kepailitan
d. Telah memberikan nasihat ke direksi untuk mencegah terjadinya
kepailitan
Syarat pembebasan tanggung jawab
pribadi ini bersifat “kumulatif” bukan bersifat “alternatif”. Oleh karena itu
supaya dapat bebas dan lepas memikul tanggungjawab kepailitan itu, anggota DK
yang bersangkutan harus mampu membuktikan hal- hal yang disebutkan pada bagian a
sampai dengan.
C. Contoh Kasus Pailit Batavia Air
Batavia Air Pailit
Seiring
palu majelis hakim, maka jelaslah status armada penerbangan berjadwal Batavia
Air. Status baru itu adalah Batavia Air dinyatakan pailit. Majelis hakim
mengamini permohonan pailit kreditor PT Metro Batavia, operator Batavia Air.
Putusan majelis hakim Pengadilan Niaga Jakarta melalui permohonan pailit yang
mengabulkan permohonan yang diajukan International Lease Finance Corporation,
Rabu (30/1). Keputusan untuk memailitkan maskapai yang dikenal dengan logo Trust
Us to Fly ini karena telah memenuhi syarat-syarat kepailitan yaitu adanya
utang yang jatuh tempo dan dapat ditagih serta adanya kreditor lain. Syarat ini merujuk Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 8 ayat (4) UU No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.
Perihal
utang, Batavia Air diwajibkan membayar sewa pesawat senilai AS$4.688.064,07,
juga biaya cadangan, dan bunga yang tertuang dalam Aircraft Lease Agreement
tertanggal 20 Desember 2009. Namun, Batavia tak lagi mampu membayar utang-utang
tersebut sejak 2009 lalu dan jatuh tempo pada 13 Desember 2012. Tak ada
kemampuan Batavia disebabkan force majeur, yaitu kalah tender pelayanan
transportasi ibadah haji dan umroh ini. Hal ini menjadi biang kerok
tersendatnya pembayaran. Karena pesawat yang disewa tersebut diperuntukkan
melayani penumpang yang hendak melakukan ibadah haji dan umrah ke
Mekah-Madinah. Sehingga, sumber pembayaran sewa pesawat berasal dari pelayanan
penumpang yang melakukan ibadah haji dan umrah.
Majelis
tak mengalami kesulitan memutuskan perihal keberadaan utang ini. Batavia Air
dengan tegas mengakui utang tersebut. Alhasil, pengakuan tersebut menjadi bukti
yang sempurna di persidangan sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 164 HIR.
“Sehingga, utang tersebut tidak perlu dibuktikan lagi,” ucap Ketua Majelis
Hakim Agus Iskandar, Rabu (30/1).[12]
ANALISIS KASUS
Dari kasus yang terjadi, berdasarkan UU
No. 37 tahun 2004 tentang kepailitian, putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat
telah menyatakan pailit pada PT Metro Batavia. Keputusan pailit PT. Metro Batavia
disebabkan oleh utang sebanyak USD 4,68 juta yang sudah lewat jatuh tempo namun
tidak kunjung di bayar. Tuntutan pailit ini telah diajukan semenjak 20 Desember
2012 dan diputuskan pada tanggal 30 Januari 2013.
Penutupan Batavia Air pada tanggal 30
Januari ini merupakan salah satu kejadian yang paling menyedihkan bagi industri
penerbangan Indonesia. Di tengah pertumbuhan transportasi udara yang cukup
tinggi di Indonesia, Batavia Air malah menjadi terpuruk. Permohonan pailit
Batavia Air diajukan oleh International Lease Finance Corporation (ILFC) kepada
Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Melihat kasus yang terjadi yang menimpa batavia
airlines adalah preseden buruk bagi konsumen penerbangan di Indonesia, belajar
dari kasus yang ada, Adam Air dan Mandala air penutupan operasi maskapai selalu
menempatkan konsumen sebagai korban.
Batavia Air telah dinyatakan pailit
karena tak mempu melunasi utang-utang dalam jutaan Dollar itu yang muncul
akibat perjanjian perbaikan pesawat yang tertuang dalam agreement on Overhaul and repair pada 19 April 2007 dan 12 Mei 2008.[13]
Memang tak dapat dipungkiri bahwa penggunaan utang sebagai modal operasional
atau pun ekspansi usaha merupakan salah satu hal yang dapat dilakukan oleh
lembaga atau perusahaan. Menumpuknya utang oleh Batavia Air karena ketika jatuh
tempo pelunasan utang, yang terjadi adalah ketidakmampuan. Dalam hal ini,
menumpuknya utang mungkin saja disebabkan lemahnya aspek manajemen keuangan
dalam tubuh Batavia Air. Karena bagaimana pun kasus pailitnya Batavia Air
diduga disebabkan oleh utang. Apabila dikaji dari perspektif keuangan maka
pailitnya Batavia Air mendeskripsikan pengelolaan keuangan yang kurang bagus
yang mana dapat terindikasi dari kemampuan menghasilkan nilai lebih dari utang
atau biasanya disebut sebagai cost
lebih besar dari benefit. Terlebih
sebagai perusahaan swasta (private
corporation) Batavia Air juga tidak memiliki kewajiban untuk memberikan
laporan keuangannya secara publik, sehingga dalam hal ini juga sulit untuk
memberikan dan menyimpulkan kondisi keuangan Batavia Air.
Dari kasus pailitnya Batavia Air dapat
dipahami bahwa ada celah pemasukan dan pengeluaran potensi bisnis yang tidak
pasti. Oleh karena itu, pemanfaatan celah pasar yang diharapkan pihak manajemen
Batavia Air tidak berjalan sesuai rencana.
Proses Penyelesaian Pailit oleh Kurator
Penyelesaian pailit Batavia Air telah
diputuskan untuk diurus oleh empat kurator, antara lain Turman M Panggabean,
Permata Nauli Daulay, Andra Reinhard Pasaribu, dan Alba Sumahadi. Kantor
kurator bertempat di Ruko Cempaka Mas B-24, Jl. Letjen Suprapto, Jakarta Pusat.
Beberapa aktifitas yang sudah terjadwal.[14]
a. 15 Feb
2013-Rapat Kreditur di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pukul 09:00.
b. 18 Feb
2013-Mengundang kreditur non-tiket dan agen untuk mengajukan tagihan kreditur
dan pajak di Kantor Kurator.
c. 18 Feb-1 Maret
2013-Penumpang Batavia Air bisa muendaftarkan diri sebagai kreditur Batavia
Air.
d. 14 Maret
2013-Verifikasi dan pencocokan piutang di kantor Kurator.
Namun untuk para pemegang tiket calon
penumpang, salah satu Kurator Batavia Air (Turman Panggabean) sudah menyatakan
bawah penggantian tiket calon penumpang dapat dilakukan dengan syarat ada
investor baru.[15]
BAB III
KESIMPULAN
A.Kesimpulan
Berdasarkan apa yang telah diuraikan diatas, maka dalam hal
ini dapat ditarik kesimpulan intisari permasalahan, adalah sebagai berikut
1. Proses pengajuan permohonan pailit
diajukan oleh pengadilan yang berwenang yaitu pengadilan niaga yang berdomisili
daerah tempat kedudukan debitur itu berada. Pengajuan permohonan pailit
diajukan oleh kreditur sebagaimana yang diatur pada pasal 2 UU No 37 Tahun
2004. Permohonan pengajuan pailit diajukan kepada pengadilan melalui panitera.
Panitera mendaftarkan permohonan kepailitan kepada ketua pengadilan niaga dalam
jangka waktu paling lambat 1 hari terhitung sejak tanggal permohonan
didaftarkan. Dalam jangka waktu paling lambat 2 hari terhitung sejak tanggal
permohonan pernyataan pailit didaftarkan pengadilan mempelajari permohonan dan menetapkan
hari sidang. Sidang pemeriksaan atas permohonan kepailitan diselenggarakan
paling lambat 20 hari sejak permohonan. Tahap putusan atas permohonan
kepailitan dikabulkan atau diputus oleh hakim apabila fakta atau keadaansecara
sederhana terbukti memenuhi persyaratan pailit. Putusan pailit harus diucapkan paling
lambat 60 hari setelah tanggal permohonan pernyataan pailit didaftarkan dimana
berdasarkan pada asas peradilan, cepat, sederhana, dan biaya murah, putusan
tersebut wajib diajukan kepada jurusita.
2. Pengurus
perseroan
bertanggung jawab secara tanggung renteng atas kepailitan perseroan, jika kepailitan perseroan tersebut
disebabkan oleh kesalahan atau kelalaian dari pengurus perseroan. Namun pengurus
tidak dapat dibebani tanggung jawab apabila dapat membuktikan kepailitan
tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya; telah melakukan pengurusan dengan
itikad baik, kehati-hatian, dan penuh tanggung jawab untuk kepentingan
perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan; tidak mempunyai benturan kepentingan
baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang dilakukan;
dan telah mengambil tindakan untuk
mencegah terjadinya kepailitan.
B. Saran
Sebaiknya kementerian perhubungan
menerapkan klasifikasi kesehatan perusahaan penerbangan. Perlu ada kategori
airline dalam kondisi pengawasan khusus dan dilakukan pembatasan kegiatan
usaha, sebelum airline ditutup atau berhenti beroperasi. Dalam reformasi hukum
kepailitan, perlu adanya pendekatan yang berbeda dalam menangani perkara
kepailitan untuk perusahaan yang bergerak di bidang pelayangan publik. Sama
halnya di sektor keuangan, dimana untuk menyatakan pailit perlu ada persetujuan
dari otoritas keuangan (kementerian keuangan dan Bank Indonesia). Sudah
waktunya prinsip yang sama di terapkan di sektor perhubungan. Untuk
menyatakan sebuah operator jasa transportasi dinyatakan pailit perlu ada
persetujuan dari Kementrian Perhubungan.
DAFTAR PUSTAKA
Adrian
Sutedi, 2009, Hukum Kepailitan, Sinar Grafika, Jakarta.
Jono,
2010, Hukum Kepailitan, Sinar Grafika, Jakarta.
M.
Yahya Harahap, 2011, Hukum Perseroan Terbatas, Penerbit Sinar Grafika, Jakarta.
Rahayu
Hartini, 2007, Hukum Kepailitan, UMM Press, Malang.
S.R.
Sianturi, 1996, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia
Dan Penerapannya, Alumni Ahaem-Petehaem, Jakarta.
Sofjan
Sastrawidjaja, 1996, Hukum Pidana (Asas Hukum Pidana
Sampai dengan Alasan Peniadaan Pidana), Armico, Bandung.
[9] S.R.
Sianturi, Asas-Asas Hukum Pidana di
Indonesia Dan Penerapannya, Alumni Ahaem-Petehaem, Jakarta, 1996, hlm.
160-161.
[10] Sofjan
Sastrawidjaja, Hukum Pidana (Asas Hukum
Pidana Sampai dengan Alasan Peniadaan Pidana), Armico, Bandung, 1996, hlm.
214.
[12] Happy Rayna Stephanny, Kamis, 31 Januari 2013, Batavia Air Pailit (online), http://www.hukumonline.com, (14 November 2013).
Langganan:
Postingan (Atom)